menu
Cegah Banjir dan Olah Sampah Organik, Wali kota Semarang Perbanyak Biopori
Cegah Banjir dan Olah Sampah Organik, Wali kota Semarang Perbanyak Biopori
Dalam upaya melakukan pencegahan banjir dan mengurangi volume sampah organik, Wali kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, mendorong penerapan lubang resapan biopori di berbagai kawasan kota.

SEMARANG - Melalui Dinas Lingkungan Hidup atau DLH, pihaknya meluncurkan Gerakan Pembuatan Lubang Resapan Biopori pada Senin (5/8) di Jalan Argopuro, Kelurahan Lempongsari, Kecamatan Gajahmungkur. 

Kegiatan tersebut juga diikuti oleh sejumlah OPD seperti DLH, Disperkim, DPU, lurah hingga camat dan Forkopimca Kecamatan Gajahmungkur.

Mbak Ita, sapaan akrab Wali kota menjelaskan bahwa meski biopori sudah dikenal luas, namun implementasinya di Kota Semarang masih belum optimal. “Sebenarnya sih kalau biopori ini sudah umum ya, hanya penerapannya itu yang belum masif,” ujarnya. Ia pun berharap gerakan ini tidak hanya menjadi acara seremonial semata, tetapi berkembang menjadi budaya yang meluas di masyarakat.

Selain itu, dirinya juga mengungkapkan pentingnya pemanfaatan daun-daun kering yang sering ditemukan tidak diangkat oleh petugas kebersihan. “Saya berpikir untuk bagaimana daun itu tidak diangkat tetapi bisa dimanfaatkan sehingga dimasukkan ke dalam biopori,” jelasnya. 

Hal ini menurutnya tidak hanya mengurangi volume sampah organik, tetapi juga bisa mengolahnya menjadi kompos yang bermanfaat.

“Manfaat biopori itu adalah pertama untuk peresapan air di saat hujan, ini adalah antisipasi untuk menghadapi musim penghujan yang akan datang. Kemudian yang kedua, daun-daun yang rontok ini bisa dimanfaatkan menjadi kompos sehingga tidak perlu harus beli pupuk,” terangnya. Bahkan di daerah yang miring, pemanfaatan biopori juga dapat mengantisipasi adanya longsor. 

Lebih lanjut, Mbak Ita menekankan pentingnya pembuatan biopori di jalan-jalan protokol Kota Semarang, terutama di daerah yang sering mengalami genangan air saat hujan, seperti Jalan Pahlawan dan Jalan Pemuda. “Nah Saya minta ini utamanya di jalan-jalan protokol, seperti kita tahu kalau setiap hujan itu kan selalu tergenang seperti Jalan Pahlawan atau Jalan Pemuda, ada genangan sehingga ini juga bisa membantu air itu tidak semua masuk drainase tetapi juga masuk ke dalam biopori-biopori,” tambahnya. 

Pemerintah Kota atau Pemkot Semarang mentargetkan pembuatan 5.000 titik biopori di seluruh kota, dimulai dengan 100 titik di enam jalan utama, yaitu Jalan Sultan Agung, Jalan S. Parman, Jalan Diponegoro, Jalan Pahlawan, Kalisari, dan Jalan Pemuda. Selain itu, DLH juga akan memperbanyak biopori di 17 titik Ruang Terbuka Hijau atau RTH yang tersebar di 11 kecamatan Kota Semarang. 

Di samping itu, DLH juga telah membuat dan mensosialisasikan pembuatan biopori di lokasi-lokasi yang terdapat Proklim. Sebagai informasi, untuk saat ini terdapat 97 Program Kampung Iklim atau Proklim yang tersebar di seluruh Kota Semarang.

“Semoga ini bisa menjadi salah satu  solusi pencegahan banjir dan pemanfaatan sampah organik menjadi kompos untuk pupuk di wilayah-wilayah Kota Semarang,” pungkasnya.***