
SEMARANGNETWORK.COM - Karyawan Suara Merdeka mengadukan nasib mereka ke Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Tengah karena tidak menerima gaji selama enam bulan berturut-turut sepanjang tahun 2025.
Mereka adalah Marlan, Aris, Wahid, Arif, dan Hendra, yang telah mengabdi sebagai karyawan tetap sejak tahun 2008 dan 2010.
Didampingi oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang, kelima pekerja tersebut melayangkan aduan resmi pada Senin (28/7/2025).
Persoalan ini ternyata merupakan puncak dari gunung es masalah ketenagakerjaan yang telah berlangsung lama.
Kuasa hukum dari LBH Semarang, Amandela Andra Dynalaida, mengungkapkan bahwa praktik pembayaran upah di bawah Upah Minimum Kota (UMK) sudah terjadi sejak tahun 2012.
Kondisi semakin memburuk saat pandemi Covid-19 melanda pada 2020. Melalui sebuah memo internal, perusahaan mengumumkan kebijakan pemotongan gaji, di mana karyawan hanya dibayarkan sebesar 55 persen.
"Upah di bawah UMK sebenarnya sudah terjadi sejak tahun 2012. Lalu pada masa pandemi COVID-19 tahun 2020, muncul memo internal bahwa gaji hanya akan dibayarkan sebesar 55 persen,” jelas Amandela di Kantor Disnakertrans Jateng dikutip dari Jatengnews.id.
Ironisnya, meski pemerintah telah mencabut status pandemi pada 2022, kebijakan tersebut tidak kunjung dicabut oleh perusahaan. Pembayaran gaji 55 persen itu pun kerap dilakukan dengan cara dicicil hingga akhir 2024.
"Di tahun 2025 ini, bukan hanya dicicil, tapi sama sekali tidak dibayarkan,” tegas Amandela.
Akibatnya, LBH Semarang menghitung total kerugian yang dialami setiap pekerja bisa mencapai angka fantastis. Satu pekerja diperkirakan mengalami tunggakan hak hingga Rp140 juta. Angka ini diakumulasikan dari tiga periode: pra-pandemi (Rp45 juta), masa pandemi (Rp26 juta), dan pasca-pandemi hingga kini (Rp71 juta).
Salah satu karyawan, Marlan, yang telah bekerja sejak 2003, menuturkan betapa sulitnya kondisi mereka. Untuk bisa tetap bekerja, mereka bahkan harus meminta uang transport secara langsung kepada manajemen.
"Awalnya masih rutin dibayar 55 persen, lalu makin lama hanya dicicil, bahkan sekarang tidak dibayar sama sekali,” ujar Marlan. Sejak awal 2025, ia dan rekan-rekannya mengaku hanya menerima uang tunai sekitar Rp200.000 hingga Rp300.000 per bulan.
Menanggapi aduan ini, pihak Disnakertrans Jateng telah bergerak. Kepala Bidang Pengawasan Ketenagakerjaan, Moh Wachju Alamsyah, membenarkan telah menerima laporan tersebut dan timnya bahkan sudah mendatangi kantor Suara Merdeka pada 5 Juli 2025.
Sementara itu, pihak manajemen Suara Merdeka melalui Direktur Keuangan dan Pembukuan, Sumardi Suherman, membenarkan adanya masalah ini.
“Saat ini manajemen telah berkomunikasi dengan Disnaker, melalui Manager HRD dan Direktur Operasional,” jelasnya singkat.***